-->

Ke Baduy Lewat Cijahe

DicatNews - Apabila kita sampai di Kampung Ciboleger, Desa Bojongmanik, Kecamatan Leuwidamar, Lebak, Banten, hamparan perbukitan Baduy terlihat di sepanjang mata memandang. Maka rute perjalanan 4 -5 jam menembus barisan bukit yang menjadi gerbang Baduy itu. Empat jam berjalan kaki naik-turun bukit tentu sangat melelahkan untuk menjudu Baduy Dalam yaitu Cibeok, Cikertawana dan Cikeusik.

Baduy teridi dari perbukitan di Desa Kanekes, Kecamatan Leuwidamar, Lebak, yang dihuni oleh warga Baduy. Karena itulah warga Baduy sering disebut Urang Kanekes. Bentang alam seluas 5.136 hektare ini dikelola secara adat. Mereka membatasi diri dari perkembangan zaman.

Baduy memilih mempertahankan gaya hidup tradisional mereka sebagai masyarakat agraris. Teknologi modern dibatasi dan aktivitas bertani dilakukan secara tradisional. Mereka hanya memakai segelintir alat pertanian, seperti bedog (golok), arit, kored (cangkul kecil), etem (sejenis ani-ani), dan pisau.

Itu sebabnya, keasrian perbukitan Baduy terjaga. Tak ada jalan beraspal, tidak ada tiang listrik tempat kabel bergantung, tak ada juga kebun besar milik perorangan.

Desa Kanekes terbagi menjadi dua, Kampung Baduy Dalam (Tangtu) dan Luar (Panamping). Baduy Dalam hanya terdiri atas tiga kampung yang di sebutkan di atas, yakni Cibeo, Cikertawana, dan Cikeusik. Mereka masih memegang teguh adat. Tiga kampung ini sampai kapan pun tetap Baduy Dalam.

Sedangkan Baduy Luar kini sudah berkembang menjadi 65 kampung. Mereka menerima sebagian teknologi dan mengelola lahan-lahan di luar Desa Kanekes maupun Kecamatan Leuwidamar. Warga kampung ini merupakan suku Baduy yang dikeluarkan karena melanggar adat atau memilih keluar.

Ciboleger merupakan batas desa di luar Baduy. Kampung itu menjadi gerbang Baduy. Terminal Ciboleger merupakan pemberhentian terakhir berbagai angkutan pedesaan dari Kota Rangkasbitung, yang berjarak sekitar 40 kilometer.

Jalan kampung berundak dihaluskan dengan semen mengantar menuju Pos 1 pintu masuk Baduy. Di sisi kiri dan kanannya berjajar warung dan toko kelontong. Setelah gerbang itu, kampung Baduy Luar menyambut dengan bangunan kayu dan jalan berbatu. Hanya sebentar perjalanan terasa ramah karena jalan berbatu itu terus menanjak menapaki perbukitan Baduy, hijau dan seperti tak berakhir.

Ujung wilayah ini berbatasan dengan Taman Nasional Gunung Halimun Salak. Mereka mengelola sebagian hutan taman nasional itu menjadi hutan larangan seluas 3.000 hektare.

Untuk menuju Baduy Dalam ternyata belakangan ini ada Pos 2, demikian mereka menyebutnya. Letaknya di Kampung Cijahe, Desa Kebon Cau, Kecamatan Bojongmanik, Lebak, Banten. Rute ini sudah lama ada, namun baru kekinian saja digunakan karena rutenya yang sebentar ke baduy dalam kurang lebih 1- 1.5 Jam.

Cijahe bisa ditempuh dengan perjalanan mobil sekitar satu jam dari Ciboleger dengan jalur naik-turun bukit dan kondisi jalan yang boleh dibilang buruk. Beberapa warga Baduy. 

Sebenarnya jalur Cijahe lebih dekat dengan Kampung Cikeusik. Namun jarak Cikeusik dengan dua kampung Baduy Dalam lainnya terlampau jauh. 

Perjalanan dari Cijahe dimulai dengan melintasi jembatan yang membelah Kali Cisadane. Menapaki perbukitan Baduy dari sini tak segarang bila dibanding dari Ciboleger. Kita akan disambut jalanan datar menuju perbukitan.

Hanya, kondisi jalan setapak tak serapi di rute Ciboleger. Tanah dan lumpur terhampar di sepanjang jalan. Kita harus mengatur langkah supaya tak terpeleset.

Pemberhentian pertama jalan ini adalah Kampung Cisadane. Kampung Baduy Luar pertama ini dapat ditempuh dalam lima belas menit perjalanan. Menjejak di jalanan kampung Baduy mana pun cukup menyenangkan karena kerapian kampung, bangunan, dan jalan benar-benar diperhatikan.

Kampung Baduy Luar dan Dalam hampir sama. Rumah penduduk berbentuk panggung berbahan kayu. Namun Baduy Lama tidak memperbolehkan penggunaan paku. Mereka masih memakai pasak kayu.

Setelah melewati kampung ini, tanjakan dan turunan mulai terasa lebih beradventure. Di beberapa bagian jalan pada musim hujan, lumpur tak dapat dihindari. 

Simpangan jalan setapak kerap ditemui di sepanjang jalur. Memang benar, harus membawa pemandu untuk menjelajahi Baduy. 

Ketika perjalanan sampai Sungai Ciujung, yang menjadi batas Baduy Luar dan dalam. Mulai tempat sini, kita tak boleh merekam gambar. Jembatan bambu melintang menjadi penghubung.

Jembatan itu dibangun secara swadaya. Konon dari bebearpa sumber pembuatan jembatan memakan biaya sekitar Rp 10 juta, termasuk biaya upacara adatnya. Saat ini terdapat sembilan jembatan yang dibangun di batas Baduy Dalam dengan Luar.

Apabila perjalanan sudah lebih dari 1 jam. Beberapa leuit (lumbung padi) mulai terlihat sebelum kami menemui Sungai Ciparahiang, yang mengalir di sisi kampung. Leuit itu milik warga Kampung Cikertawana, yang bertetangga dengan Kampung Cibeo.

Sesampai di sungai, kita akan melintas di bawah jembatan. Dingin air sungai itu menyegarkan sekaligus membersihkan lumpur yang menempel di kaki.

Maka akan tamoa barisan rumah panggung tertata rapi. Ketika hari sudah senja, beberapa warga Baduy berjalan pulang dari huma lengkap dengan keluarganya. Mereka selesai menggarap tanaman selain padi. 

2 Responses to "Ke Baduy Lewat Cijahe"

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel